JAKARTA - Indonesia bukan negara yang baru berdiri. Indonesia merdeka di tahun 1945. Sudah 76 tahun. Saat ini, presiden Indonesia sudah berganti tujuh kali. Mulai dari Perseiden Soekarno hingga Presiden Jokowi.
Ibarat sebuah rumah besar, Indonesia telah dibangun dari tumpukan bata yang semakin lama semakin besar. Setiap Pemimpin bertugas memastikan bangunan itu semakin mendekati sempurna.
Setidaknya, ada tiga tugas pemimpin. Pertama, pemimpin mesti punya kreatifitas dan inovasi program yang menunjukkan bahwa ia hadir dengan karya yang orisinil sebagai identitas dan keistimewaan atas kepemimpinannya. Kepemimpinan bukan sekedar sebuah "periode waktu", tapi sebuah karya nyata yang akan mencatatkan namanya di dalam sejarah. Bukan sekedar "nama dan pajangan foto", tapi ada kehadiran melalui hasil kerja yang akan dikenang dan dirasakan tidak saja oleh rakyat saat ini, tapi juga oleh generasi yang akan datang.
Setiap Pemimpin itu khas, unik, dan meninggalkan kesan yang berbeda satu dengan yang lain. Ada kesan positif, ada kesan yang dominan negatif. Semua ini akan dicatat oleh sejarah.
Jika anda seorang pemimpin, apakah presiden atau kepala daerah, apa karya yang sudah anda buat serta dirasakan oleh rakyat dan bangsa ini? Di situlah sesungguhnya poin utama yang akan dicatat dari seorang pemimpin.
Citra anda ada di sebuah karya. Sesuatu yang direkayasa yang saat ini lebih dikenal dengan istilah "pencitraan" akan hilang, lenyap dan terhapus oleh sejarah. Jika sejarah terpaksa mencatatnya, maka akan menjadi catatan yang memilukan dan memalukan.
Kedua, tugas pemimpin adalah mewujudkan apa yang telah menjadi rencana pemimpin sebelumnya. Setiap Pemimpin itu punya mimpi, kadang terwujud, kadang tidak sempat diwujudkan karena faktor waktu, anggaran, adanya bencana, atau faktor yang lain. Selama mimpi dan rencana itu baik, bermanfaat, manusiawi dan dibutuhkan rakyat, maka pemimpin berikutnya layak untuk merealisasikan mimpi dan rencana itu.
Ketiga, tugas pemimpin adalah melanjutkan apa yang sudah dibangun oleh pemimpin sebelumnya. Di Indonesia, seorang pemimpin politik itu dibatasi dua periode. Karena itu, tidak setiap program dan pembangunan mampu dituntaskan. Ada program dan pembangunan jangka panjang yang butuh lebih dari dua periode untuk menuntaskannya. Karena itu, tugas pemimpin berikutnya adalah menuntaskannya.
Tentu, dua tugas terakhir di atas ada syarat dan ketentuan berlaku. Syarat utamanya adalah sejauhmana program dan pembangunan itu bermanfaat dan bisa dinikmati oleh rakyat dalam pengertian yang sesungguhnya.
Tiga tugas ini tidak hanya berlaku bagi pemimpin nasional, atau presiden, tetapi juga berlaku untuk para kepala daerah.
Baca juga:
Walikota Makassar Raih Anugerah KPI Pusat
|
Presiden Jokowi dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan misalnya, tidak lahir untuk yang pertama kali menjadi pemimpin di negeri ini. Sebelum Presiden Jokowi, ada Presiden Soekarno, Soeharto dan empat presiden lainnya. Semua presiden Indonesia itu punya mimpi, rencana dan jasa yang tidak boleh dilupakan. Maka, presiden Jokowi saat ini berdiri di depan tumpukan bata yang sudah ditata oleh para pendahulunya. Tugas Presiden Jokowi saat ini adalah merapikan, menyempurnakan dan membuat bangunan itu semakin menarik dan semakin besar bisa dinikmati untuk rakyat Indonesia.
Begitu juga Anies Baswedan, saat ini berdiri di depan bangunan Ibu Kota. Di bangunan itu, juga ada bata-bata yang pernah ditata diantaranya oleh Jokowi saat menjadi Gubernur. Anies merapikannya, melanjutkan pembangunan yang telah dirintis oleh para Gubernur sebelumnya, dan dengan daya kreatif serta inovasinya membuat bangunan-bangunan di sekitarnya supaya rakyat semakin nyaman tinggal di dalamnya.
Jika hari ini Anies banyak mendapatkan penghargaan, dianggap sukses membangun Jakarta, di situ sesungguhnya juga ada jasa Presiden Jokowi yang pernah menjadi Gubernur DKI sebelumnya, dan menjadi presiden yang memberi dukungan kolaborasi untuk ibu Kota Jakarta.
Karena itu, kesuksesan Ibu Kota, itu juga bagian dari kesuksesan Nasional. Kesuksesan Gubernur DKI, itu juga bagian dari kesuksesan Presiden Republik Indonesia.
Jakarta, 16 Desember 2021
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa