OPINI - Ada dana ada suara, .ado pitih ado pemilih, itulah demokrasi zaman now. Sesuai dengan filosofi demokrasi 'dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat.' Filosofi ini telah bergeser arti dan makna menjadi 'korupsi duit rakyat, bagikan ke rakyat, ambil hati rakyat, kemudian tipu rakyat, dan korupsi lagi duit rakyat.
Pitih, uang, atau money sudah berubah jadi alat tukar politik, setiap suara ada harganya, setiap jabatan butuh 'cuan.' Halal atau haram nanti punya urusan. Iman sudah diganti Imran jadi makanan. Lewat bansos berkeliaranlah penjahat bangsa berbaju politisi menjadi sinterklas saat ingin dipilih.
Baca juga:
KPU Luwu Utara Gelar Sosialisasi JDIH
|
Saat pemilu sibuk silaturahmi sana sini, anjang sana anjang sini, sumbang sana sumbang sini, itu semua butuh pitih. Tapi itu pitih dari mana asalnya, kerja cuma politisi, usaha gak punya kecuali lobi-lobi. Dengan jabatan bisa ancam sana ancam sini, ujung-ujungnya lobi-lobi berakhir dengan resolusi UUD, Ujung Unjungnya Duit. Gak ada lagi yang namanya dedikasi, yang ada transaksi, Anda perlu peraturan apa, undang-undang apa, bisa diakomodasi yang penting ada pitih alias money.
"Tak ada makan siang gratis" itulah ungkapan orang-orang Ingris, mungkin karena itulah Inggris jadi penjajah paling merajalela, karena mereka jago memainkan "Makan Siang Gratis" bagi para pecandu kekuasaan dan pitih.
Bayangkan saja Inggris jauh dari benua eropa sana, bisa menjajah seluruh dunia dengan mudahnya, menjadi penguasa di atas penguasa bahkan sampai hari ini. Politik apa yang mereka lakukan? Iya itu tadi "Politik Makan Siang Gratis."
Demokrasi pitih sudah menjadi tradisi. Tanpa pitih tidak akan ada idealisme, karena idealnya semua butuh pitih, minimal pitih pengganti biaya transportasi dan minum kopi. Inilah yang selalu menjadi alasan para penjahat politik yang katanya politisi, tapi sebenarnya mereka tidak lebih dari seorang pedagang.
Sama saja para politisi pitih dengan dengan pialang saham, beli murah suara rakyat dengan harapan bisa dapat kembalian dari gaji yang tinggi dan peluang korupsi uang rakyat lebih banyak lagi. Bedanya cuma pialang saham melakukannya dengan cara yang benar dan transparan.
Apa yang bisa diharapkan dari seorang politisi bermodal makan siang gratis, karena sejatinya sesuai pepatah Inggris tadi, dalam hati mereka sangat paham bahwa "tidak ada makan siang gratis." Kecuali para politisi ini sudah menjadi manusia setengah dewa.
Jakarta, 25 Februari 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia